Aku baik-baik saja, kok! Aku sehat, loh. Ngga mungkin aku sakit? Hah, trauma? Itukan udah puluhan tahun yang lalu, emang bisa muncul sekarang?
Siapa yang akhir-akhir sering timbul
pertanyaan seperti itu di kepalanya? Ngerasa baik-baik saja, padahal sebenarnya
memang lagi ngga baik-baik saja. Cuma, terlalu denial untuk mengakuinya.
Well, merasa ngga baik-baik aja itu bukan suatu kesalahan, loh! Itu
bukan aib dan kamu ngga perlu lari dari perasaan itu. Kalau kamu sering merasa
kurang nyaman dengan keadaan kamu saat ini padahal hidup kamu lagi ada di zona
nyaman, bisa jadi kamu ngalamin yang namanya Delayed Trauma.
Apa, sih Delayed Trauma itu?
Delayed Trauma (trauma tertunda) atau lebih sering
dikenal dengan PTSD-tertunda adalah gangguan stres paska trauma yang gejalanya
baru muncul setidaknya enam bulan setelah peristiwa traumatis. Bahkan dalam
beberapa kasus dilapangan bisa muncul bertahun-tahun kemudian. Jadi,
berbeda dengan PTSD yang gejalanya muncul segera setelah trauma, pada PTSD
tertunda, gejala baru muncul setelah periode waktu yang cukup lama.
Jadi, trauma tertunda ini mirip tapi
sedikit beda dengan PTSD, ya. PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder biasanya
muncul segera setelah kejadian trauma itu terjadi. PTSD bisa muncul beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah kejaduan traumatik Sementara Delayad
Trauma akan muncul dalam jarak waktu yang cukup lama. Bisa dalam hitungan
tahun atau bahkan puluhan tahun setelah trauma itu terjadi.
Biasanya trauma tertunda ini bisa
muncul kepermukaan dengan menjelma jadi sebuah mimpi buruk. Yang biasanya kita bisa
tidur nyenyak, menjadi sering gelisah. Atau bahkan, dari yang biasanya gampang
tidur menjadi insomnia. Adakah kalian yang mulai ngerasain itu? Ngga nyaman
pasti, kan? Tak jarang kita ngerasa bingung sama diri kita sendiri. Kenapa?
Karena kebiasaan kita yang tiba-tiba berubah. Dari yang seneng banget ketemu
orang, bisa ngedadak jadi super introvert dan males banget ngumpul.
Emang bisa? Bisa, loh!
Apa sih pemicunya? Padahal selama ini aku ngerasa baik-baik aja, loh!
Tahu ngga sih kalau tubuh kita itu
bisa mengelola stres dengan baik? Ngga percaya? Coba deh ingat-ingat saat kita
bener-bener dalam keadaan terpuruk. Apa yang pertama kali tubuh kita lakukan?
Bertahan! Yup, bener banget. Otak akan mengirimkan sinyal bertahan untuk tubuh.
Itu semacam naluri ilmiah dalam diri manusia untuk bertahan dalam keadaan yang
tidak sesuai harapan.
Contoh saja saat kita sedang
menghadapi tekanan pekerjaan yang datang bertubi-tubi. Biasanya otak akan
menacri solusi untuk mengatasi permasalahan yang sedang kita hadapi. Caranya?
Dengan menekan stres dan trauma yang kita rasakan. Menunda rasa tidak nyaman
yang sedang kita alami dan bertingkah seolah kiat lagi oke-oke aja.
Emang bisa? Bisa, dong! Kadang kita
kesusahan memvalidasi bermacam perasaan kurang nyaman yang muncul dalam diri
kita. Misalnya saat kita sedih dan terluka, kita sering berkata “okay, ngga
apa-apa”, padahal sebenarnya tubuh kita sudah mengirimkan sinyal untuk
berkata, “hey, kita sedang ngga baik-baik aja, loh!”, tapi sekali lagi,
kita mengabaikannya. Lebih ke denial! Ya, kan? Udah, ngaku aja deh! Haha!
Jadi, apa sebenarnya penyebab trauma
tertunda ini? Peristiwa yang tampaknya tidak berhubungan atau stres yang
terakumulasi dari waktu ke waktu dapat memicu kemunculan gejala trauma
tertunda. Nah, dari sini paham kan? Kita hobi banget buat nekan stres sekeras
mungkin dengan menganggap bahwa hidup kita sedang baik-baik aja (padahal tidak).
Kebiasaan ngga sehat yang menurut kita sepele ini bisa jadi salah satu pemicu
trauma tertunda, loh! Stres itu seperti bom yang bisa meledak kapan aja saat
tekanan semakin kuat. Tentu saja hal ini ngga serta merta terjadi. Biasanya
akan muncul dalam kurun waktu lama, bertahun atau bahkan perpuluh-puluh tahun
mungkin.
Trauma yang belum terselesaikan, stres
yang menumpuk, atau peristiwa baru yang tampaknya tidak berhubungan dapat
menjadi pemicu kembalinya trauma. Mungkin selama ini kita ngga sadar kalau
sebenernya kita tuh lagi ngga baik-baik aja. Contoh, menghadapi lingkungan
kerja yang super toxic. Hmm, berat banget kan pastinya! Yup, itu bisa
menjadi salah satu pemicu trauma tertunda. Contoh lain, jika kita selalu
berinteraksi dengan orang NPD, mungkin awalnya masih baik-baik aja. Namun, lama
kelamaan kita akan merasa kurang nyaman dengan si NPD ini. Sedihnya, kita ngga
bisa ngehindar karena satu dan lain hal.
Akhirnya, kita memaksa diri kita untuk bersikap baik-baik aja dengan
semua ketidaknyamanan itu.
Selain itu, kejadian buruk di masa
lalu yang kita alami juga bisa menjadi salah satu pemicu trauma tertunda.
Mungkin kita pernah jadi korban bullying, memiki trauma keluarga yang
kurang menyenangkan, atau bisa jadi mengalami kepahitan di masa kecil. Hal-hal
tersebut biasanya membuat kita menjadi pribadi yang tangguh saat menjalani
hidup. Atau mungkin lebih tepatnya dipaksa tangguh agar tidak kembali diinjak.
Lalu, apa tandanya kalau kita kena trauma tertunda?
Gejala umum yang mungkin akan kita
alami saat terkena trauma tertunda antara lain; kilas balik, mimpi buruk,
kecemasan, dan penghindaran. Yup, mungkin hal-hal tersebut jarang sekali kita
alami selama ini. Namun, akan sering muncul dan bisa jadi akan sedikit
mengganggu saat trauma tertunda mulai menyerang. Seperti yang kita udah bahas
di awal, bahwa trauma tertunda tidak muncul segera setelah peristiwa traumatis,
melainkan setelah jeda waktu yang signifikan. Coba cek, apa beberapa ciri
di bawah ini ada pada dirimu?
- Ingatan yang Mulai Mengganggu
Apa sih ingatan mengganggu itu?
Biasanya ingatan yang ngga pengen muncul dalam memori kita. Yup, ingatan
menyakitkan yang biasanya udah kita kubur dalam-dalam mendadak muncul kembali
di waktu yang ngga tepat. Ingatan itu bisa tiba-tiba muncul di dalam mimpi.
Ngga menutup kemungkinan juga ingatan traumtis itu muncul saat kita mengalami
sesuatu yang tanpa sengaja memicu trauma itu kembali. Mungkin kita menganggap
hal itu udah selesai, namun ternyata kejadian yang kita anggap udah “selesai”
justru muncul lagi beberapa tahun kemudian.
- Penghindaran
Menghindar! Ya, itu cara lumrah yang
paling sering dilakuin kalau lagi ngerasa ngga nyaman. Apa yang biasanya
dihindari? Semuanya, semua yang bikin ngga nyaman. Bisa jadi tempat, objek,
orang, atau aktivitas yang bikin inget sama hal buruh di masa lalu. Selain itu,
kamu juag akan ngehindari topik pembicaraan yang membuatmu inget lagi sama
trauma masa lalu. Nah, hal paling parah tuh bisa bikin kamu ngerasa terasing
dari keluarga atau teman. Kok bisa? Ya, karena kamu ngerasa kalau mereka ngga
bisa ngertiin kamu lagi dan mulai nganggep kamu aneh.
- Perubahan Cara Berpikir dan Suasana
Hati
Hati-hati kalau kamu sering
berprasangka negatif sama diri sendiri dan orang lain. Kamu cenderung nginget
hal-hal yang nyakitin hati dan susah untuk mengingat momen bahagia. Selain itu
kamu juga sering ngerasa ngga berharga dan ngga pantes untuk dicintai. Hmm,
hati-hati ya, sepertinya kamu harus mulai mevalidasi dirimu sendiri kalau kamu
lagi ngga baik-baik aja.
- Perubahan Reaksi Emosional dan Fisik
Perubahan yang paling terasa banget
biasanya emosi yang ngga stabil. Bisa jadi akhir-akhir ini kamu mudah marah
atau mungkin ngerasain sedih yang berlebihan. Tanpa sebab yang jelas kamu bisa
tiba-tiba nangis dan ngga bisa berhenti. Semakin kamu nyoba untuk menahan air
mata kamu, justru makin sesenggukan nangisnya. Kalau ada yang nanya, “kenapa
kamu nangis?” kamu ngga akan bisa ngejawab. Ya, karena emang perasaan sedih
itu dating tiba-tiba tanpa sebab. Selain itu, kamu juga gampang banget terkejut
dengan suara keras dan kurang nyaman dengan suasana yang terlalu ramai.
Nah, dari semua ciri itu kira-kira
berapa poin yang ada di diri kamu sekarang? Kalau emang dirasa udah ngeganggu
aktivitas harianmu, jangan ragu untuk meminta bantuan professional, yak. Semoga
segera membaik, kawan. Semangat!
0 Komentar